Sekilas Kenangan dari Masa Kecil
Kalau
bicara tentang kenangan masa kecil, saya masih ingat beberapa, bahkan banyak
dari kejadian di masa kecil saya yang masih saya ingat. Biasanya kenangan masa
kecil akan dilupakan begitu saja seiring bertambahnya usia. Kenangan ini
mungkin suatu saat akan saya lupakan juga kalau tidak saya tulis, haha.
Saya ingat betul, saya tidak berniat usil sebenarnya. Hanya ingin melakukan
percobaan. Satu gelas teh saya beri garam, gelas lain saya beri penyedap rasa,
gelas lainnya saya kasih gula. Kemudian, saya tidak bisa diam, berlari-memanjat-lompat lompat-mencoba salto seperti saras 008-mengejar ayam-dicakar kucing-dikejar angsa dan berbagai kegiatan heboh lainnya hingga kena robohan sepeda ayah, bahkan jatuh dari angkot. Sehingga saya dan kotak P3K adalah teman dekat waktu itu, haha.
Ajaibnya orang tua saya hanya memberi tahu saya, tidak marah yang gimana gimana. Meskipun saya sering melakukan kesalahan berkali kali.
Ajaibnya orang tua saya hanya memberi tahu saya, tidak marah yang gimana gimana. Meskipun saya sering melakukan kesalahan berkali kali.
Karena
menurut mereka, anak kecil melakukan kesalahan itu untuk observasi lingkungan
baru mereka. Nanti waktu besar juga akan kalem sendiri.
Dan
yay, saya sekarang kalem. Anak rumahan. Tidak lagi suka merusak perabot, tidak
lagi suka memasukkan garam ke dalam teh. Saya lebih suka menggambar, membuat
desain, chat dengan teman-teman dekat, menyanyi, memasak, diam di kamar,
pokoknya tidak gaul alias cupu, haha.
Saya
dulu juga sering sakit-sakitan, tiap bulan selalu sakit 2-3 kali. Kartu berobat
saya paling penuh. Kena hujan sedikit langsung demam, salah makan sedikit
langsung kena masalah pencernaan, terlalu lama di luar langsung masuk angin,
pokoknya dokternya sampai hafal, cepat sembuh cepat sakit lagi. Di rumah jadi
seperti kolektor obat, hingga saya bisa buka apotek sendiri sepertinya, haha.
Tapi keadaan ini akhirnya berakhir juga sejak masuk sekolah.
Di masa
lalu, karena saya anak pertama, saya selalu nonton tv bersama ayah saya. Nonton
berita, hingga saya bercita-cita jadi pembaca berita. Ayah saya membaca koran,
saya ikut membaca koran. Meski belum bisa baca, saya pretended to understand
the news lol. Ayah saya minum teh, saya juga ikut minum teh. Ayah saya bilang
A, saya ikut bilang A. Ayah tidak pernah melarang saya mengikuti kegiatannya
ataupun menirukannya, padahal saya ingat betul saya dulu ngomel waktu adik saya
menirukan semua omongan saya. Haha.
Ngomong-ngomong
soal nonton tv. Saya dulu nonton amigos, pertandingan tinju, dan warkop bareng
ayah. Pokoknya saya = ayah saya. Padahal tidak ngeh juga waktu itu acaranya
tentang apa saja, pokoknya kalau ada yang lucu, saya mah ketawa saja. Lebih
banyak sih saya tertawa karena komentar ayah yang receh. Hihi.
Meskipun
di rumah saya sering membuat keributan alias merusak perabotan, tapi di sekolah
saya pendiam, cupu dan sendirian, karena saya punya dunia saya sendiri. Kata ibu
sih karena saya anak pertama jadi begitu. Waktu itu saya hobi nonton Captain
Tsubasa, Saint Seiya dan berbagai macam ultraman. Disitulah dunia saya. Sehingga ketika di kelas 5 banyak anak yang
terlibat kasus cinta-cintaan, saya masih sibuk berpikir gimana Tsubasa bisa
menang di pertandingan esok hari.
Meskipun kalau saya ingat lagi ternyata di sekolah saya sering diejek teman-teman saya karena saya paling putih dan pendiam
(heran kan, saya juga heran), tapi saya tidak peduli, ya karena dunia yang saya
ciptakan sendiri tersebut. Saya pun selalu terhindar dari kasus perkelahian,
cakar-cakaran antar murid, menyebar contekan bahkan rebutan cowok ganteng di
sekolah. Pokoknya saya kalem lah kalau di sekolah. Baru kalau di rumah, saya
jadi maung, hahaha.
Semangat
lain saya di sekolah adalah sosok guru. Beberapa guru saya adalah sosok panutan
saya. Ada yang memang kalem, ada yang keras namun demi kebaikan murid-muridnya,
dan ada yang tegas tapi juga humoris. Salah satu guru saya mengajarkan kami
untuk menghargai pendapat dengan mendiskusikan jawaban yang ‘berbeda’ yang
ditemukan oleh para murid. Jawaban yang berbeda ini harus ada sumbernya, kami
harus bawa sumber itu meskipun itu sebuah buku tebal dan berat.
Saya
merasa beruntung bisa diajarkan berbagai hal oleh mereka.
Hal lain
yang paling saya ingat dulu adalah pertanyaan yang sama yaitu “Dek, kamu
anaknya pak XXX (nama ayah saya) ya?” karena muka saya dan ayah saya mirip. Katanya sih sudah
seperti copy paste-an ayah saya. Padahal hidung saya pesek, hidung ayah saya bak
Shahrukh Khan. Haha. Kalau sekarang sih, saya lebih sering ditanya “Mbak,
anaknya pak XXX (nama pak bos) ya?” karena katanya muka saya dibilang mirip
anak pertama pakbos.
Yha.
Saya simpulkan, selama beberapa belas tahun ini muka saya sudah
berubah. Jengjeng.
Ah
sudah deh, lama-lama jadi semakin panjang, semakin ngaco. Saya juga tidak tahu
pesan positif apa yang mau saya sampaikan dari kisah masa lalu saya yang penuh
keusilan saya itu. Sekian. Sampai jumpa di tema esok hari. Semangaaaaat,
tinggal beberapa hari saja nih.
Title
picture edited by Lailin Star
Background
photo by Clarisse Meyer
2 comments
Maafkan aku ngakak mba di bagian "saya dan kotak P3K adalah teman dekat saat itu." Saking aktifnya ya hehehe
ReplyDeleteAku juga sih di sekolah pendiem, tapi di rumah juga sama pendiem :D
Seru ya bisa akrab sama ayahnya. Aku malah kurang nyambung sama bapak. Lebih ke ibu :))
Ngakak aja mbak, huhu, iya mbak pas kecil terlalu aktif, tapi pas sudah tumbuh tua jadi diem sendiri, hehe.
DeleteCiye mbaknya kalem outside dan inside, hihi. Kadang ada yang bisa akrab sama dua-duanya, ayah dan ibu :'D
Comment moderation is on. Send your comments using Google account or blog URL, so that I can visit your blog next time :) Thank you