Setelah Lulus Kuliah, Saya Berubah

by - Sunday, November 25, 2018

setelah lulus kuliah, saya berubah


Judulnya agak seram, apalagi kalau ada pembaca yang suka menonton serial Kamen Rider alias Ksatria Baja Hitam. Bisa-bisa saya dikira titisan Kotaro Minami yang bisa berubah wujud jadi superhero pembasmi kejahatan, xixixi.

Baiklah.

Ketika menginjak usia 20-an, saya menyadari bahwa masa remaja bukan lagi masa saya, ini saat dimana saya harus mengubah pola pikir dan mengubah cara saya bersikap. Meskipun bagi saya, saya lumayan telat menyadarinya, yaitu setelah lulus kuliah saat usia 21 tahun, namun untuk terus belajar dan memperbaiki diri tidak ada kata terlambat dan harus dilakukan seumur hidup bukan?

Sehingga waktu setelah lulus kuliah ini menjadi semacam waktu penting yang melahirkan sosok saya yang baru, yang lebih ‘nyaman’ dengan diri sendiri dari masa sebelumnya.

1. Mengurangi Makanan Manis
Seiring bertambahnya usia, saya mulai mengurangi makan makanan manis seperti permen, gula, dan kawan kawannya. Mungkin karena beberapa kali saya makan permen, kemudian langsung sakit tenggorokan. Sehingga tertanam di pikiran saya kalau makanan manis membuat sakit tenggorokan. Padahal kalau bahan-bahannya benar, tidak akan kejadian sakit tenggorokan juga.

Tapi, saya masih mau kok makan es krim, kue dan coklat, tapi tidak se-sering saat saya masih anak-anak atau remaja. Hanya di saat tertentu saja saya makan makanan manis.  

2. Mulai Menabung
Menabung tak selalu soal uang, meskipun tabungan berupa uang dan materi itu penting untuk masa depan. Menabung termudah yang bisa dilakukan semua orang adalah kesehatan. Mulai dari usia ini saya mulai mengurangi jajan yang tidak sehat, memperbanyak makan masakan sendiri, lebih aktif bergerak misalnya memilih jalan kaki kalau jaraknya masih masuk akal, dan tidak pernah malas menggunakan sunscreen. Mungkin di usia ini belum terasa apa-apa, namun saya percaya tabungan ini akan berguna di hari tua.  Meskipun kalau urusan skincare saya tergolong terlambat menggunakannya, terutama sunscreen. Saya tidak lagi mempedulikan statement kalau skincare dan makeup itu identik dengan flirting, karena bagi saya skincare dan makeup adalah ‘tabungan’ penting bagi diri saya.

3. Lebih Memilih Jalan ‘Damai’
Karena masih teringat masa lalu yang agak tidak menyenangkan, meskipun yang mengalaminya adalah salah satu orang terdekat saya, sampai hari ini saya tumbuh bersama perasaan insecure kepada orang lain, terutama yang jenis gelagatnya mirip dengan orang-orang di masa lalu saya. Saya sering menghindari orang-orang tertentu untuk menghindari luka yang sama yang pernah terjadi pada orang terdekat saya tersebut.

Selain itu, kebiasaan catcalling dari sebagian anak muda dan pendatang di kota ini juga menyumbang perasaan tidak aman yang saya rasakan. Kadang saya bertanya-tanya “Kenapa harus saya?” Padahal saya sudah berpenampilan biasa saja. Tapi, semakin dipikirkan, kan semakin membuat pusing ya, maka saya lagi-lagi lebih memilih jalan damai yaitu menghindar, misalnya dengan memilih rute yang lebih jauh, hitung-hitung untuk menggerakkan badan lebih banyak, saya pun lebih sehat. Hehe.

4. Tumbuh Bersama Keluarga
Manusia terus bertumbuh dan belajar sepanjang hidupnya, begitu pula saya dan keluarga saya. Di masa lalu rasanya saya tidak lebih bahagia dari sekarang, di masa lalu saya merasa kurang bebas dan kurang nyaman dengan diri sendiri. Namun, setelah semua yang terjadi, kami mulai belajar dan tumbuh bersama. Hingga hari ini juga masih terus belajar untuk saling memahami, mendengarkan dan memberikan penghiburan yang baik. Ada waktu dimana kami saling mengobrol santai, meski tidak diungkapkan langsung namun bagi saya ini adalah waktu-waktu penting bagi anggota keluarga untuk saling memahami, lebih mengenal siapa pribadi yang tinggal bersama sama, karena manusia juga terus berubah seiring waktu. Kami jadi memahami bahwa masing masing orang membutuhkan 'ruang' sendiri untuk berekspresi dan men-charge jiwanya.

Setiap orang ada cara tersendiri untuk tumbuh dan belajar. Dan setiap keluarga juga memiliki kebutuhan dan tingkat kenyamanan yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa dibanding-bandingkan antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada istilah keluarga A ‘terlihat’ lebih bahagia, kita harus mengikuti cara mereka hidup. Karena sekali lagi, menurut saya manusia adalah makhluk unik yang tidak bisa disamakan satu sama lain.

5. Ekstrovert tapi Introvert
Beberapa kali saya mengikuti tes kepribadian, dan hasilnya kebanyakan ekstrovert. Padahal saya merasa tidak se-ekstrovert yang ada di kriteria yang sudah disebutkan. Saya pernah baca bahwa introvert dan ekstrovert adalah istilah untuk cara seseorang melakukan 'charging' terhadap dirinya. Introvert akan merasa 'full' saat sendirian, melakukan hal-hal yang disukai sendirian, seperti menulis dan mendengarkan musik. Sedangkan ekstrovert akan merasa 'full' saat berinteraksi dengan orang lain, berdiskusi, ataupun mengikuti seminar. Dari penjelasan ini, saya menyimpulkan bahwa saya adalah introvert. Saya butuh waktu sendiri untuk charge jiwa saya yang kelelahan seusai pekerjaan. Mungkin di luar, saya suka berbicara dan tertawa, tapi saya butuh waktu sendirian agar bisa penuh kembali. Namun, kalau terlalu lama sendirian, saya bisa jadi ‘sedih’ juga, saya butuh pergi ke luar ataupun sekedar tertawa bersama orang lain. Jadi apapun namanya, entah ekstrovert atau introvert, saya punya dua sisi kepribadian seperti ini dalam diri saya.


Seiring bertambahnya usia, saya semakin sering berdiam diri, mengintrospeksi diri dan hal-hal yang sudah saya lakukan selama ini. Ini usia yang menurut saya tidak berat tapi juga tidak ringan selama saya menjalani kehidupan. Banyak pilihan, banyak kesempatan, dan banyak keraguan yang saya hadapi, terutama berkaitan dengan logika yang saya miliki dibandingkan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. “Kenapa kebiasaan yang menyusahkan masih terus dijalankan?” “Kenapa orang ini tidak bisa jujur pada orang lain saatnya hatinya terluka?” “Kenapa mereka tidak membiarkan saya seperti ini? Bukankan saya tidak mengganggu mereka?” Berbagai pertanyaan sering saya lontarkan pada diri saya, terutama saat saya sendirian.

Ternyata bukan hanya saya saja.

Setelah mengobrol dengan beberapa teman seusia saya, mereka juga menyatakan kekhawatiran dan memiliki pertanyaan-pertanyaan yang serupa. Mungkin ini memang kekhawatiran yang hanya menyerang perempuan usia 20-an ya. Jadi saya anggap ini adalah bagian dari proses belajar dan bertumbuh jadi manusia yang lebih baik lagi.

Mungkin ada yang merasakan hal serupa? Silakan bagikan di kolom komentar ya.




Title picture edited by : Lailin Star

Background photo by : Alisa Anton

You May Also Like

0 comments

Comment moderation is on. Send your comments using Google account or blog URL, so that I can visit your blog next time :) Thank you

This Blog is protected by DMCA.com
DMCA.com for Blogger blogs