Setelah Lulus Kuliah, Saya Berubah
Judulnya agak seram, apalagi
kalau ada pembaca yang suka menonton serial Kamen Rider alias Ksatria Baja
Hitam. Bisa-bisa saya dikira titisan Kotaro Minami yang bisa berubah wujud jadi
superhero pembasmi kejahatan, xixixi.
Baiklah.
Ketika menginjak usia 20-an,
saya menyadari bahwa masa remaja bukan lagi masa saya, ini saat dimana saya
harus mengubah pola pikir dan mengubah cara saya bersikap. Meskipun bagi saya, saya
lumayan telat menyadarinya, yaitu setelah lulus kuliah saat usia 21 tahun,
namun untuk terus belajar dan memperbaiki diri tidak ada kata terlambat dan harus dilakukan
seumur hidup bukan?
Sehingga waktu setelah lulus
kuliah ini menjadi semacam waktu penting yang melahirkan sosok saya yang baru,
yang lebih ‘nyaman’ dengan diri sendiri dari masa sebelumnya.
1. Mengurangi Makanan Manis
Seiring bertambahnya usia,
saya mulai mengurangi makan
makanan manis seperti permen,
gula, dan kawan kawannya. Mungkin karena beberapa kali saya makan permen,
kemudian langsung sakit tenggorokan. Sehingga tertanam di pikiran saya kalau
makanan manis membuat sakit tenggorokan.
Padahal kalau bahan-bahannya benar, tidak akan kejadian sakit
tenggorokan juga.
Tapi, saya masih
mau kok makan es krim,
kue dan coklat, tapi tidak se-sering
saat saya masih anak-anak atau remaja. Hanya di saat tertentu saja saya makan makanan manis.
2. Mulai Menabung
Menabung tak
selalu soal uang, meskipun tabungan
berupa uang dan materi itu penting untuk masa depan. Menabung
termudah yang bisa dilakukan semua orang adalah kesehatan. Mulai dari usia ini
saya mulai mengurangi jajan yang tidak sehat, memperbanyak makan masakan
sendiri, lebih
aktif bergerak misalnya memilih jalan kaki kalau jaraknya masih masuk akal, dan
tidak pernah malas menggunakan sunscreen. Mungkin di usia ini belum terasa
apa-apa, namun saya percaya tabungan ini
akan berguna di hari tua. Meskipun kalau urusan skincare
saya tergolong terlambat menggunakannya, terutama sunscreen. Saya tidak lagi
mempedulikan statement kalau skincare dan makeup itu identik dengan flirting,
karena bagi saya skincare dan makeup adalah ‘tabungan’ penting bagi diri saya.
3. Lebih Memilih Jalan ‘Damai’
Karena masih teringat masa
lalu yang agak tidak menyenangkan, meskipun yang mengalaminya adalah salah satu
orang terdekat saya, sampai hari ini saya tumbuh bersama perasaan insecure kepada orang lain,
terutama yang jenis gelagatnya mirip dengan orang-orang di masa lalu saya. Saya sering menghindari
orang-orang tertentu untuk
menghindari luka yang sama
yang pernah terjadi pada orang terdekat saya tersebut.
Selain itu, kebiasaan
catcalling dari sebagian anak
muda dan pendatang di kota ini juga menyumbang perasaan tidak aman yang
saya rasakan. Kadang
saya bertanya-tanya “Kenapa harus saya?” Padahal saya sudah berpenampilan biasa
saja. Tapi, semakin dipikirkan, kan semakin membuat pusing ya, maka saya lagi-lagi
lebih memilih jalan damai yaitu menghindar, misalnya dengan memilih rute yang
lebih jauh, hitung-hitung untuk menggerakkan badan lebih banyak, saya pun lebih
sehat. Hehe.
4. Tumbuh
Bersama Keluarga
Manusia terus bertumbuh
dan belajar sepanjang hidupnya, begitu pula saya dan keluarga saya. Di
masa lalu rasanya saya tidak lebih
bahagia dari sekarang, di masa lalu saya merasa kurang bebas dan kurang nyaman
dengan diri sendiri. Namun, setelah
semua yang terjadi, kami mulai
belajar dan tumbuh bersama. Hingga hari ini juga masih terus belajar
untuk saling memahami, mendengarkan dan memberikan penghiburan yang baik. Ada
waktu dimana kami saling mengobrol santai, meski tidak diungkapkan langsung
namun bagi saya ini adalah waktu-waktu penting bagi anggota keluarga untuk saling
memahami, lebih mengenal siapa pribadi yang tinggal bersama sama, karena
manusia juga terus berubah seiring waktu. Kami jadi memahami bahwa masing
masing orang membutuhkan 'ruang' sendiri untuk berekspresi dan men-charge
jiwanya.
Setiap orang ada cara
tersendiri untuk tumbuh dan belajar. Dan setiap keluarga juga memiliki kebutuhan
dan tingkat kenyamanan yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa
dibanding-bandingkan antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada istilah keluarga
A ‘terlihat’ lebih bahagia, kita harus mengikuti cara mereka hidup. Karena sekali
lagi, menurut saya manusia adalah makhluk unik yang tidak bisa disamakan satu
sama lain.
5. Ekstrovert tapi Introvert
Beberapa kali saya
mengikuti tes kepribadian, dan hasilnya kebanyakan ekstrovert. Padahal saya
merasa tidak
se-ekstrovert yang ada di kriteria yang sudah disebutkan. Saya pernah baca bahwa
introvert dan ekstrovert adalah istilah
untuk cara seseorang melakukan 'charging' terhadap dirinya. Introvert akan
merasa 'full' saat sendirian, melakukan hal-hal yang disukai sendirian, seperti
menulis dan mendengarkan musik. Sedangkan ekstrovert akan merasa 'full' saat
berinteraksi dengan orang lain, berdiskusi, ataupun mengikuti seminar. Dari
penjelasan ini, saya menyimpulkan bahwa saya adalah introvert. Saya butuh waktu
sendiri untuk charge jiwa saya yang kelelahan seusai pekerjaan. Mungkin di
luar, saya suka berbicara dan tertawa, tapi saya butuh waktu sendirian agar
bisa penuh
kembali. Namun, kalau terlalu lama sendirian, saya bisa jadi ‘sedih’ juga, saya
butuh pergi ke luar ataupun sekedar tertawa bersama orang lain.
Jadi apapun
namanya, entah ekstrovert atau introvert, saya punya dua sisi kepribadian
seperti ini dalam diri saya.
Seiring bertambahnya usia,
saya semakin sering berdiam diri, mengintrospeksi diri dan hal-hal yang sudah
saya lakukan selama ini. Ini usia yang menurut saya tidak berat tapi juga tidak
ringan selama saya menjalani kehidupan. Banyak pilihan, banyak kesempatan, dan
banyak keraguan yang saya hadapi, terutama berkaitan dengan logika yang saya miliki dibandingkan
dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. “Kenapa kebiasaan yang
menyusahkan masih terus dijalankan?” “Kenapa orang ini tidak bisa jujur pada
orang lain saatnya hatinya terluka?” “Kenapa mereka tidak membiarkan saya
seperti ini? Bukankan saya tidak mengganggu mereka?” Berbagai pertanyaan sering saya
lontarkan pada diri saya, terutama saat saya sendirian.
Ternyata bukan hanya saya saja.
Setelah mengobrol dengan
beberapa teman seusia saya, mereka juga menyatakan kekhawatiran dan memiliki pertanyaan-pertanyaan
yang serupa. Mungkin ini memang kekhawatiran yang hanya menyerang perempuan
usia 20-an ya.
Jadi saya anggap ini adalah bagian dari proses belajar dan bertumbuh jadi
manusia yang lebih baik lagi.
Mungkin ada yang merasakan hal
serupa? Silakan bagikan di kolom komentar ya.
Title picture edited by : Lailin Star
0 comments
Comment moderation is on. Send your comments using Google account or blog URL, so that I can visit your blog next time :) Thank you