A Self-reminder : Simple Words Matter
Pernahkah
kita menyadari bahwa kata-kata atau pertanyaan yang kita ucapkan mungkin saja
bermakna berbeda bagi lawan bicara kita? Meskipun yang kita ajak bicara adalah
teman dekat atau saudara sendiri? Sebuah kalimat yang kita anggap lucu, bisa saja
menyinggung perasaan orang-orang dengan latar belakang tertentu. Sebuah kalimat
yang menurut kita sepele, bisa saja bagi orang lain adalah sebuah kalimat yang
sangat berpengaruh baginya. Sebuah
kalimat yang biasa kita ucapkan, bisa saja melukai orang lain.
“Gitu
aja baper, biasa aja kali”
Dengan
atau tanpa kita sadari, kata-kata yang terucap dari mulut kita turut berperan
mempengaruhi kehidupan seseorang, mempengaruhi bagaimana cara dia berpikir dan
bersikap dalam kesehariannya. Bisa membuatnya takut untuk berbuat baik, atau
malah mendorongnya melakukan hal-hal yang tidak baik.
“Ini
artinya kita peduli”
Jalan
hidup yang sudah dipilih seseorang lengkap beserta segala risikonya adalah hak
orang tersebut untuk menjalaninya.
Tidak
ada yang tahu alasan seseorang memilih satu jalan hidup. Tidak mudah untuk
memahami manusia, bahkan oleh manusia itu sendiri. Tidak mudah juga untuk tidak berburuk sangka
atas ketidaktahuan kita.
Kenyataan
yang kerap terjadi di masyarakat kita adalah orang-orang yang lebih banyak
jumlahnya menciptakan sebuah pandangan negatif terhadap satu jalan hidup yang
‘berbeda’ yang dipilih seseorang. Menciptakan dinding pemisah, menjadikannya
bahan tertawaan, atau bahkan mengucilkannya.
Padahal
orang tersebut tidak berbuat kejahatan, tidak membunuh, tidak mencuri, tidak
mengganggu orang-orang di sekitarnya. Dia bekerja di saat orang lain tertidur
lelap. Dia menolong orang lain. Dia ikut menjadi sukarelawan bencana alam. Dia
mengajarkan anak-anak ilmu pengetahuan.
Dia adalah
orang yang baik. Hanya saja dia memiliki sudut pandang berbeda. Memiliki
keputusan dan jalan hidup berbeda. Memiliki latar belakang berbeda. Memiliki tingkat
kemampuan yang berbeda. Memiliki tampilan fisik yang berbeda.
Tanpa
kita sadari, kita sudah turut berbuat jahat kepada orang lain atas nama ‘kepedulian’
Kalau
seperti itu jadinya, bukankah lebih baik tidak ada kepedulian lagi?
Memang
benar, sebagai manusia kita memiliki rasa peduli untuk memberi bantuan kepada
orang lain. Namun, haruskah sebuah kepedulian dibungkus dengan kata-kata dan
sikap yang melukai? Bagaimana kepedulian kita bisa dipahami, jika dari
bungkusnya saja sudah ditolak mentah-mentah?
Lalu
kita harus bagaimana?
Tidak
semua orang yang kita temui butuh nasihat atau saran dari kita. Dia sudah lebih
dulu mengetahui apa yang harus dia lakukan. Dia sudah memiliki rencana jangka panjang
untuk melakukan kebaikan. Dia sudah sedikit demi sedikit berjuang untuk
hidupnya. Dia sudah mempertimbangkan sisi positif dan sisi negatif dari
keputusan yang diambilnya setelah berpikir sangat lama. Dia sedang bekerja keras.
Dia
sudah banyak menerima kata-kata yang tidak baik dari orang-orang di sekitarnya
yang hanya melihat dari luarnya saja.
Dia
sudah lelah dengan kata-kata yang sama.
Di
suatu waktu, dia hanya butuh didengarkan. Dia tidak ingin dihakimi. Dia hanya
ingin seseorang dengan lembut mengatakan “Semua akan baik-baik saja” “Aku yakin
kamu bisa”
8 comments
Aku terharu baca tulisan ini, sangat mewakili perasaanku beberapa waktu ini, thank you so much for writing this :')
ReplyDeleteSaya agak curhat juga sih, hehe. Makasih juga mbak Silvya sudah membaca postingan ini, semoga bermanfaat ^^
DeleteNote to self: berusaha untuk mengingat bahwa bukan hak kita untuk menghakimi orang.
ReplyDeleteBenar sekali mbak Dyah. Nulis blog sambil mengingatkan diri sendiri ^^
DeleteMemang tidak mudah memahami manusia, terkadang rasa paling benar sering muncul. tapi ternyata harus mulai mengontrol. Baca tulisan ini seperti ditampar.
ReplyDeleteBenar sekali, meski sesama manusia, sesama saudara kandung juga masih sulit memahami. Makasih mbak Ahalona sudah mampir, semoga bermanfaat ^^
Deleteaku sering banget nih, menyesali apa yang spontan aku ucapkan. :(
ReplyDeletekadang kebawa emosi nih ngomong sesuatu yang agak sensitif sama orang lain. tapi satu detik berikutnya aku langsung menyesal gitu :(
Hai mbak Annisa, terimakasih sudah mampir. Saya juga kadang begini, di satu waktu ada orang yang memang berkata tidak sopan ke saya, saya jadi meninggikan suara. Setelah itu saya menyesal :"
DeleteComment moderation is on. Send your comments using Google account or blog URL, so that I can visit your blog next time :) Thank you